Pendahuluan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) merupakan dokumen perencanaan pembangunan desa untuk kurun waktu enam tahun, selaras dengan masa jabatan kepala desa. RPJM Desa berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah desa, lembaga kemasyarakatan desa, serta semua pemangku kepentingan dalam melaksanakan seluruh program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan RPJM Desa yang komprehensif dan partisipatif menjadi kunci tercapainya tujuan pembangunan desa yang berkelanjutan, inklusif, dan berdaya saing. Artikel ini memaparkan langkah-langkah sistematis dalam menyusun RPJM Desa, mulai dari persiapan hingga finalisasi dan mekanisme pemantauan pelaksanaan.
1. Persiapan Awal
Sebelum selembar pun dokumen ditulis, tahap persiapan menjadi fondasi terpenting agar seluruh proses penyusunan RPJM Desa berjalan terstruktur dan dapat dipertanggungjawabkan.
a. Pembentukan Tim Penyusun yang Profesional dan Inklusif
Pembentukan tim hendaknya tidak sekadar memenuhi kuota instansi desa, melainkan memilih anggota yang punya komitmen, kompetensi, dan representasi kepentingan masyarakat. Di antara unsur yang sebaiknya hadir:
- Pemerintah Desa (Kepala Desa, Sekretaris Desa): sebagai otoritas yang mengesahkan dokumen.
- Badan Permusyawaratan Desa (BPD): penyeimbang, bertugas mengawasi dan memberi persetujuan.
- Lembaga Kemasyarakatan Desa (LPM, PKK, Karang Taruna): menjembatani aspirasi kelompok rentan seperti perempuan, pemuda, dan lansia.
- Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat: menjaga kearifan lokal dan nilai-nilai budaya.
- Pendamping Lokal (Fasilitator/Pendamping Desa): memberi pelatihan teknis perencanaan, agar metode yang digunakan sesuai standar Permendagri.
Dalam tim ini perlu diangkat chairperson (penanggung jawab keseluruhan) dan secretariat (mengerjakan administrasi, dokumentasi, komunikasi), serta sub-tim untuk penggalian data dan logistik acara.
b. Penyusunan Jadwal Kegiatan dengan Manajemen Risiko
Jadwal yang rinci memuat:
- Timeline Utama: Alur enam tahapan (sosialisasi, pendataan, drafting, verifikasi, finalisasi, pengesahan) dengan tenggat setiap bulan.
- Milestone Kritis: Misalnya deadline pendataan rumah tangga, tanggal Musdes, dan waktu pengajuan draf ke BPD.
- Buffer Time: Cadangan waktu minimal dua minggu pada tiap tahap untuk mengantisipasi cuaca buruk, libur nasional, maupun hambatan administratif.
- Manajemen Risiko: Identifikasi potensi hambatan (anggota tim berhalangan, data tidak lengkap, kendala teknis) beserta rencana mitigasi, seperti backup fasilitator atau penggunaan teknologi survey daring saat lapangan sulit diakses.
Jadwal ini sebaiknya dipublikasikan-baik dalam bentuk poster infografis di balai desa maupun file PDF dibagikan melalui grup WhatsApp desa-agar seluruh anggota tim dan warga mengetahui batas waktu dan peran masing-masing.
c. Pengumpulan Data Dasar secara Partisipatif dan Sistematis
Data kuat adalah kunci perencanaan yang tepat sasaran. Pendekatan survei formal perlu dilengkapi dengan metode partisipatif, antara lain:
- Kuisioner Rumah Tangga: Mengumpulkan data demografi (usia, pendidikan, pekerjaan), kondisi ekonomi (pendapatan, akses pembiayaan), dan indikator sosial (stunting, kemiskinan).
- Forum Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD): Kelompok tani, ibu PKK, karang taruna, serta kelompok rentan berdiskusi mendalam soal kendala sehari-hari.
- Pemetaan Partisipatif: Warga menandai titik-titik fasilitas-sekolah, posyandu, sumber air-yang kemudian digabung jadi peta infrastruktur dan potensi desa.
- Review Dokumen Eksisting: APBDes tahun sebelumnya, laporan kemajuan RKP, dan dokumen RPJM Kabupaten/Kota untuk memastikan data desa sejalan dengan perencanaan yang lebih tinggi.
Pemutakhiran data harus dilakukan minimal dua minggu sebelum Musyawarah Desa agar analisis situasi yang dihasilkan akurat dan relevan.
2. Analisis Situasi Desa
Setelah data terkumpul, tahap analisis situasi menjadi pijakan agar visi dan program yang dirumuskan berdasarkan kondisi nyata di lapangan.
a. Analisis SWOT Partisipatif
Alih-alih hanya “baca tabel” di ruangan kantor, SWOT idealnya dilakukan lewat lokakarya interaktif:
- Brainstorming Awal: Peserta menuliskan poin Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats di kertas post-it.
- Clustering & Voting: Setiap kelompok mempresentasikan hasilnya, kemudian seluruh peserta memilih tiga isu paling krusial di tiap kuadran.
- Pendalaman Kualitatif: Fasilitator memandu diskusi untuk mengurai hubungan sebab-akibat-misalnya Weakness “infrastruktur jalan rusak parah” tidak hanya soal anggaran, tapi juga pola perawatan dan kewenangan.
Metode ini memperkaya analisis dengan insight lokal, dan memastikan bahwa program yang muncul benar-benar menyentuh kebutuhan riil.
b. Identifikasi Isu dan Permasalahan dengan Prioritas Berlapis
Setelah daftar isu terkristalisasi, gunakan matriks prioritas (urgensi × dampak) untuk memetakan:
- Isu Kritis (Urgent & High Impact): misalnya penanganan stunting, karena mengancam generasi masa depan dan mengundang sanksi pemerintahan lebih tinggi.
- Isu Strategis (Low Urgency & High Impact): seperti pengembangan potensi wisata budaya yang hasilnya jangka panjang.
- Isu Taktis (High Urgency & Low Impact): misalnya perbaikan jembatan kecil di RT tertentu.
- Isu Minor (Low Urgency & Low Impact): seperti renovasi posyandu yang masih layak.
Prioritas berlapis ini memudahkan tim menyalurkan sumber daya dan menyusun kegiatan tahunan sesuai skala pentingnya.
c. Pemetaan Potensi dan Aset Desa dengan Pendekatan Multi-Dimensi
Pemetaan tidak hanya soal infrastruktur fisik, tapi juga:
- Modal Sosial: kekuatan jaringan gotong royong, kelembagaan adat, dan budaya lokal.
- Sumber Daya Alam: lahan pertanian, hutan desa, potensi energi terbarukan kecil-kecilan.
- Modal Ekonomi: unit usaha desa (koperasi, UMKM), akses pasar, dan peluang kemitraan dengan swasta/instansi luar.
- Potensi Digital: cakupan internet, kemampuan literasi digital warga, serta gagasan desa cerdas (smart village).
Hasil pemetaan ini kemudian diformulasikan ke dalam profil desa yang memandu visi-misi, sehingga RPJM tidak hanya memecahkan masalah, tetapi juga memaksimalkan peluang yang ada.
3. Musyawarah Desa (Musdes)
Untuk memastikan RPJM Desa benar-benar mencerminkan aspirasi kolektif, Musyawarah Desa (Musdes) harus dilaksanakan dengan persiapan matang, fasilitasi profesional, dan mekanisme tindak lanjut yang terpadu.
a. Persiapan dan Penetapan Target Musdes
Sebelum hari pelaksanaan, susun draf agenda Musdes yang mencakup:
- Pembukaan dan Pemaparan Konteks: Tim Penyusun memaparkan tujuan RPJM, rangkuman hasil analisis situasi, dan kerangka wilayah cakupan program.
- Sesi Fokus Kelompok: Bagi peserta ke dalam kelompok kecil (berdasarkan lokasi RT/RW atau tema isu), agar diskusi lebih leluasa.
- Pleno Musyawarah: Perwakilan tiap kelompok mempresentasikan output, selanjutnya didiskusikan secara terbuka.
Penetapan target jumlah peserta (minimal 50-70% perwakilan warga aktif) dan kuorum BPD (±50% anggota) penting agar keputusan sah secara aturan dan menggambarkan wilayak kepentingan luas.
b. Teknik Fasilitasi dan Partisipasi Inklusif
Fasilitator, yang sebaiknya melibatkan pendamping desa berpengalaman, menggunakan teknik:
- World Café: Meja diskusi berganti-ganti topik, menerapkan rotasi peserta, sehingga ide mengalir bebas antar kelompok.
- Open Space Technology: Warga menentukan sendiri isu prioritas yang ingin dibahas dalam sesi breakout, meningkatkan rasa kepemilikan.
- Voting Digital/Manual: Setelah semua usulan terkumpul, tiap peserta mendapat token atau stiker untuk memilih tiga usulan teratas, mempermudah pemeringkatan prioritas.
Aspek inklusif: pastikan kursi dan jadwal diatur sedemikian rupa agar ibu hamil, lansia, dan difabel bisa hadir; sediakan ringkasan suara daerah dalam bahasa lokal atau braille bila diperlukan.
c. Pengelolaan Konflik dan Verifikasi Aspirasi
Musdes kerap memunculkan tarik-menarik kepentingan. Fasilitator harus:
- Menjaga Netralitas: Terhindar dari intervensi politik praktis atau tekanan kelompok tertentu.
- Menerapkan Mekanisme “Pause & Reflect”: Jika diskusi memanas, beri jeda singkat untuk meredam ketegangan.
- Verifikasi Cepat: Tim data lapangan hadir di lokasi Musdes untuk memvalidasi usulan, sehingga klaim yang tidak berdasar (misalnya angka kebutuhan dana fiktif) dapat segera diklarifikasi.
d. Dokumentasi Formal dan Notulensi Elektronik
Seluruh rangkaian Musdes -presentasi, diskusi, voting- harus didokumentasikan:
- Notulen Tertulis: Memuat kesepakatan, daftar hadir, dan lampiran usulan prioritas.
- Rekaman Audio/Video: Sebagai bukti proses partisipatif dan acuan ketika merumuskan draf.
- Ringkasan Infografis: Disebarkan di balai desa dan grup WhatsApp, menjamin transparansi serta tindak lanjut.
Hasil Musdes ini menjadi bahan baku draf RPJM Desa yang akan dibahas ulang dalam rapat BPD dan forum publik.
4. Perumusan Visi dan Misi Desa
Visi dan misi merupakan landasan filosofis dan operasional RPJM Desa. Proses perumusannya harus bersifat kolaboratif, strategis, dan terintegrasi dengan kerangka perencanaan yang lebih tinggi.
a. Prinsip SMART dan Karakteristik Visi
Visi desa harus memenuhi kriteria SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound):
- Spesifik: Menyebut fokus utama (misalnya “mandiri energi terbarukan”).
- Terukur: Dapat dievaluasi melalui indikator (misalnya % rumah tangga berenergi surya).
- Dapat Dicapai: Selaras dengan sumber daya desa.
- Relevan: Menjawab isu strategis yang telah diidentifikasi.
- Berbatas Waktu: Jelas jangka enam tahunnya (2025-2031).
Contoh visi: “Pada Tahun 2031, Desa X Menjadi Komunitas Mandiri Energi dan Berbasis Ekowisata.”
b. Metode Kolaboratif Perumusan Visi
Beberapa teknik efektif:
- Dreaming Workshop: Fasilitator memandu peserta membayangkan desa ideal dalam enam tahun-bagaimana warganya bekerja, berinteraksi, dan lingkungan.
- Cartooning/Vision Board: Warga membuat papan visi dari gambar dan kata-kata, merangsang kreativitas dan gotong royong.
- Metode Delphi Singkat: Mengundang 10-15 “expert panel” lokal (tokoh adat, ulama, akademisi) untuk memberi masukan tertulis, kemudian dirangkum dan dipresentasikan kembali.
Hasil sementara disosialisasikan ke masyarakat melalui papan pengumuman dan media sosial desa untuk memperoleh masukan tambahan.
c. Perumusan Misi secara Strategis
Misi merupakan pernyataan langkah-langkah strategis untuk mencapai visi. Tiap misi sebaiknya:
- Berorientasi Program: Misalnya, “Meningkatkan kapasitas energi surya melalui pelatihan teknis dan sub-sistem komunitas.”
- Memuat Output & Outcome: Output: jumlah panel terpasang; Outcome: pengurangan biaya listrik desa 30%.
- Mengadopsi Pendekatan Integratif: Menjembatani sektor infrastruktur, ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Struktur misi sebaiknya dinomori dan dipilah berdasarkan klaster program (misal: energi, ekonomi, pariwisata, sosial).
d. Sinkronisasi dengan RPJM Daerah dan RPJMN
Untuk memudahkan akses pendanaan dan dukungan teknis, visimisi desa dikaitkan dengan:
- RPJMN: Arah kebijakan nasional, misal target bauran energi terbarukan 23% pada 2025-2029.
- RPJMD Kabupaten/Kota: Program prioritas daerah, seperti “Desa Energi Terbarukan.”
- RPJM Provinsi: Skema pendampingan teknis serta dana hibah.
Dokumen sinkronisasi berupa matriks alignment-kolom visi/misi desa, kolom kebijakan di atasnya, dan catatan mekanisme kolaborasi.
e. Validasi dan Pengesahan Final
Setelah visimisi difinalisasi oleh Tim Penyusun:
- Forum Validasi Publik: Presentasi ringkasan visi-misi di balai desa, dihadiri minimal 30% warga, untuk koreksi terakhir.
- Rapat BPD: Pengesahan secara formal, termasuk usulan revisi minor.
- Penyusunan Naskah Akhir: Visimisi dimasukkan dalam draf lengkap RPJM Desa, sebelum tahap peraturan desa.
Dengan visimisi yang kuat, RPJM Desa akan memberikan arah strategis yang jelas dan memotivasi seluruh elemen masyarakat untuk bergerak bersama dalam mencapai tujuan desa jangka menengah.
5. Penetapan Prioritas Program dan Kegiatan
Penetapan prioritas program dan kegiatan bertujuan agar sumber daya (waktu, anggaran, SDM) fokus pada isu-isu strategis yang memberikan dampak terbesar bagi kesejahteraan masyarakat.
a. Klasifikasi Program Berdasarkan Matriks Prioritas
Gunakan matriks Urgensi × Dampak untuk mengelompokkan usulan program:
- Kuadran I (Tinggi Urgensi, Tinggi Dampak): Misalnya program penanggulangan stunting dengan intervensi gizi dan sanitasi, karena konsekuensi kesehatan jangka panjang sangat besar.
- Kuadran II (Rendah Urgensi, Tinggi Dampak): Seperti pengembangan potensi agrowisata berbasis kopi lokal yang modalnya memerlukan perencanaan matang sebelum skala implementasi.
- Kuadran III (Tinggi Urgensi, Rendah Dampak): Kegiatan perbaikan drainase RT tertentu yang masih dapat dikerjakan secara gotong-royong dengan anggaran kecil.
- Kuadran IV (Rendah Urgensi, Rendah Dampak): Usulan minor seperti pembaruan cat balai desa yang belum rusak berat, dapat ditunda jika sumber daya terbatas.
Klasifikasi ini memudahkan tim merumuskan kegiatan RKP Desa tahunan menjadi prioritas utama (Kuadran I), menengah (Kuadran II), dan lanjutan (Kuadran III-IV).
b. Penyusunan RKP Desa Tahunan yang Terukur
Dari kerangka enam tahun RPJM, susun Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) untuk setiap tahun anggaran:
- Detail Kegiatan: Tuliskan jenis kegiatan, lokasi pelaksanaan, indikator output, target capaian, serta jadwal triwulanan.
- Penanggung Jawab: Tetapkan pejabat struktural atau petugas lapangan yang bertanggung jawab atas tiap kegiatan-misalnya Sekretaris Desa untuk sosialisasi, Kepala Dusun untuk gotong-royong perbaikan jalan.
- Indikator Keberhasilan: Selain output fisik (misal panjang jalan 1 km), sertakan outcome seperti jumlah keluarga berkurang stunting 5% per tahun, atau tingkat kepuasan masyarakat >80%.
- Skenario Alternatif: Jika alokasi dana berubah, susun rencana skala prioritas: versi A (anggaran penuh), versi B (pengurangan 20%), dan versi C (pengurangan 40%) agar pelaksanaan fleksibel.
Dokumen RKP yang terstruktur memudahkan monitoring, pelaporan, dan pertanggungjawaban kepada BPD serta pemangku kepentingan lain.
c. Sinkronisasi dan Kolaborasi Multi-Pihak
Supaya pelaksanaan program lancar, perlu perjanjian kerja sama (MoU) dengan:
- Dinas Teknis Kabupaten/Kota: Misal Dinas PUPR untuk dukungan alat berat dalam program infrastruktur.
- Perguruan Tinggi/LSM: Untuk riset partisipatif dan pelatihan kapasitas masyarakat.
- Swasta/CSR: Pendampingan dan co-funding, misalnya perusahaan kelapa sawit yang memberi pelatihan pengolahan limbah jadi pupuk.
- Forum Pentahelix Desa: Gabungan akademisi, pemerintah, bisnis, komunitas, dan media lokal; wadah koordinasi guna menjaring sumber daya eksternal, keahlian, dan publikasi progres.
Melalui mekanisme kolaboratif, program desa tidak hanya mengandalkan dana desa, tetapi juga memperluas jaringan pendukung yang mempercepat pencapaian sasaran.
6. Penyusunan Anggaran
Anggaran merupakan alat ukur keseriusan pelaksanaan. Penyusunan anggaran yang akurat dan transparan menjamin efektivitas program serta meminimalkan risiko penyalahgunaan.
a. Perhitungan Rinci Estimasi Biaya
Setiap kegiatan dihitung komponen biayanya secara detail:
- Biaya Material dan Peralatan: Berdasarkan Harga Satuan Regional (HSR) atau Daftar Harga Barang Milik Daerah (DHBMD). Contoh: beton siap pakai, pipa PVC, batu kerikil.
- Biaya Tenaga Kerja: Honorarium aparat desa, upah tukang, dan tenaga pendukung lapangan-sesuai Upah Minimum Regional (UMR) setempat.
- Biaya Operasional dan Logistik: Sewa alat berat, transportasi, consumable (ATK, dokumentasi), dan konsumsi rapat.
- Cadangan Tak Terduga (Contingency): Sekitar 5-10% dari total anggaran tiap kegiatan, untuk menutup biaya tambahan akibat cuaca atau perubahan keadaan.
Estimasi biaya yang akurat mencegah realokasi anggaran di tengah jalan, sehingga seluruh kegiatan dapat terselesaikan sesuai target.
b. Identifikasi dan Alokasi Sumber Dana
Sumber pembiayaan dirinci per pos:
- Dana Desa (DD): Besaran sesuai rencana penyaluran APBN-diprioritaskan untuk program strategis desa.
- Alokasi Dana Desa (ADD): Dari APBD Kabupaten/Kota, untuk mendukung administrasi dan kegiatan pemberdayaan.
- Swadaya Masyarakat dan Gotong Royong: Modal kerja non-tunai berupa tenaga dan bahan baku lokal, dihitung valuasinya sebagai kontribusi masyarakat.
- Dana Pihak Ketiga: Hibah CSR, hibah dalam negeri, atau bantuan lembaga donor-diajukan melalui proposal terstruktur.
- Pinjaman atau Kredit Mikro: Hanya untuk kegiatan produktif, dengan skema pengembalian yang telah disepakati bersama.
Konfigurasi sumber dana ini dituangkan dalam tabel alokasi anggaran yang memudahkan BPD dan auditor memeriksa kesesuaian alokasi dengan realisasi.
c. Mekanisme Pengelolaan dan Pelaporan Keuangan
Berdasarkan Permendagri, tetapkan SOP pengelolaan keuangan desa:
- Penetapan APBDes: Musyawarah final bersama BPD untuk mengesahkan dokumen APBDes yang memuat APBDes Induk dan Rincian Perubahan APBDes.
- Proses Pengajuan dan Pencairan Dana: Surat permohonan, SPJ (Surat Pertanggungjawaban), dan Berita Acara Serah Terima.
- Pembukuan dan Penatausahaan: Buku Kas Umum (BKU), Buku Pembantu Bank, dan dokumen elektronik di aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes).
- Pelaporan Triwulan dan Tahunan: Laporan realisasi anggaran dan laporan kinerja disampaikan kepada camat, inspektorat, serta dipublikasikan di papan pengumuman dan portal desa.
- Audit dan Pengawasan: BPD melakukan verifikasi laporan, sementara inspektorat kabupaten melakukan pemeriksaan berkala; rekomendasi hasil audit ditindaklanjuti dalam Rencana Perbaikan.
Dengan mekanisme yang baku dan terdokumentasi, akuntabilitas keuangan desa terjaga, menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan memperkecil peluang fraud.
Kesimpulan
Penyusunan RPJM Desa merupakan proses yang sistematik dan partisipatif, dimulai dari persiapan data, analisis situasi, hingga legalisasi dokumen. Keberhasilan perencanaan jangka menengah ini sangat bergantung pada keterlibatan aktif masyarakat, kesinkronan dengan perencanaan di tingkat lebih tinggi, serta mekanisme pengelolaan dan pemantauan yang transparan. Dengan RPJM Desa yang tersusun rapi, desa akan memiliki panduan strategis untuk mewujudkan visi desa mandiri, sejahtera, dan berkelanjutan dalam kurun waktu enam tahun.