Pendahuluan

Data kependudukan merupakan fondasi utama bagi setiap kebijakan publik, perencanaan pembangunan, serta penyelenggaraan layanan dasar yang menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat. Mulai dari penentuan alokasi dana perimbangan keuangan, pengaturan program jaminan sosial, hingga perencanaan infrastruktur dan mitigasi bencana, semua bergantung pada seberapa akurat dan mutakhir data jumlah penduduk, distribusi usia, sebaran geografis, serta karakteristik demografis dan sosial-ekonomi lainnya. Tanpa data kependudukan yang andal, pemerintah daerah dan pusat akan kesulitan memprioritaskan anggaran, menetapkan titik intervensi program, serta mengevaluasi capaian program secara objektif. Dalam konteks rumah tangga, ketidakakuratan data dapat menyebabkan keluarga luput dari penerima manfaat program bantuan sosial, sementara di sisi lain ada keluarga yang secara tidak perlu menerima bantuan ganda. Oleh karena itu, membangun sistem data kependudukan yang akurat adalah suatu keharusan mutlak untuk mewujudkan pemerataan pembangunan, peningkatan kesejahteraan, dan pengelolaan sumber daya publik yang efisien serta berkelanjutan.

1. Definisi dan Komponen Utama Data Kependudukan

Data kependudukan merujuk pada kumpulan informasi yang memuat berbagai atribut penduduk, antara lain identitas dasar (nama, NIK, tanggal lahir), karakteristik demografis (umur, jenis kelamin), serta kondisi sosial-ekonomi (status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan). Selain itu, data kependudukan juga mencakup alamat tempat tinggal, status kewarganegaraan, serta hubungan dalam satu unit keluarga atau rumah tangga. Semua informasi ini dikelola dalam sistem Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil (A-KD/CSR) yang dijalankan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) di setiap daerah. Komponen data terbagi menjadi dua kategori utama: data statis yang jarang berubah (seperti tempat lahir, golongan darah), dan data dinamis yang dapat berubah sewaktu-waktu (alamat, status perkawinan, pekerjaan). Keberhasilan pemanfaatan data kependudukan sangat bergantung pada kelengkapan data statis dan kelincahan pembaruan data dinamis secara real-time.

2. Kerangka Hukum dan Tata Kelola Data Kependudukan

Penyelenggaraan data kependudukan di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat dan menjadi bagian dari sistem administrasi negara yang tidak bisa diabaikan. Dasar hukum utama yang mengatur hal ini adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang merupakan perubahan dari UU No. 23 Tahun 2006, serta Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tersebut. Dalam aturan ini secara eksplisit disebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia, tanpa terkecuali, memiliki kewajiban dan hak untuk memiliki dokumen kependudukan resmi yang diakui oleh negara. Dokumen tersebut meliputi antara lain: Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), Kartu Keluarga (KK), Akta Kelahiran, dan Akta Perkawinan.

Lebih dari sekadar dokumen identitas, UU ini juga mewajibkan interoperabilitas data, yaitu kemampuan data kependudukan untuk terintegrasi dan dimanfaatkan oleh berbagai layanan publik. Artinya, data yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) harus dapat digunakan oleh lembaga-lembaga lain seperti BPJS Kesehatan, Direktorat Jenderal Pajak, lembaga pemilu, lembaga pendidikan, hingga program bantuan sosial. Hal ini bertujuan agar pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan secara efisien, cepat, dan akurat, tanpa duplikasi atau kesalahan pencatatan.

Disdukcapil sebagai lembaga pelaksana diberikan wewenang penuh untuk melakukan registrasi, verifikasi, serta pencatatan perubahan data kependudukan melalui prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur ini tidak hanya mengandalkan pelaporan dari masyarakat, tetapi juga memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk mempercepat pembaruan data. Dengan kerangka hukum ini, keabsahan dan legalitas data yang tersimpan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, baik secara administratif maupun dalam konteks penegakan hukum lainnya. Dengan demikian, tata kelola data kependudukan menjadi fondasi penting dalam membangun sistem pemerintahan yang tertib, transparan, dan inklusif.

3. Peran Data Akurat dalam Perencanaan Pembangunan

Dalam konteks perencanaan pembangunan, data kependudukan yang akurat bukan hanya penting-tetapi mutlak dibutuhkan. Pemerintah pusat maupun daerah tidak dapat menyusun program kerja dan penganggaran secara tepat tanpa mengetahui siapa saja yang menjadi sasaran kebijakan tersebut. Misalnya, dalam menyusun kebijakan pendidikan, pemerintah memerlukan data jumlah anak usia sekolah, yang hanya bisa didapat dari data kependudukan terkini dan lengkap. Jika jumlah anak usia 0-14 tahun tidak tercatat dengan baik, maka bisa saja pemerintah salah dalam merancang jumlah ruang kelas, guru, atau fasilitas sekolah yang dibutuhkan.

Demikian pula dalam sektor kesehatan. Data kelompok usia produktif (15-64 tahun), lanjut usia, ibu hamil, dan bayi menjadi dasar dalam perencanaan pembangunan rumah sakit, puskesmas, dan program kesehatan masyarakat. Tanpa data yang benar, risiko overcapacity di satu daerah atau kekurangan layanan di daerah lain sangat mungkin terjadi.

Lebih jauh, data kependudukan juga sangat memengaruhi program-program pengentasan kemiskinan. Program seperti Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH) mengandalkan data yang berasal dari hasil survei terpadu berbasis kependudukan. Jika data ini tidak akurat, maka bisa terjadi ketidaktepatan sasaran: ada yang tidak layak tapi menerima bantuan, sementara yang benar-benar membutuhkan justru terlewat.

Sektor infrastruktur pun bergantung pada data kependudukan. Perencanaan jalan raya, jembatan, sarana air bersih, dan perumahan berbasis pada sebaran populasi. Wilayah dengan kepadatan tinggi memerlukan perhatian khusus agar tidak terjadi kemacetan, kelangkaan air, atau pemukiman kumuh. Sementara itu, wilayah dengan pertumbuhan penduduk pesat harus diantisipasi dengan pengembangan fasilitas publik yang cukup.

Jika pemerintah salah membaca data atau bekerja dengan data yang sudah kadaluarsa, maka bisa terjadi misalokasi anggaran, tumpukan proyek mangkrak, hingga kerugian negara karena investasi yang tidak tepat guna. Oleh sebab itu, data kependudukan akurat menjadi kunci dari perencanaan pembangunan yang efisien, berkelanjutan, dan berkeadilan.

4. Manfaat Data Kependudukan dalam Layanan Publik

Pelayanan publik adalah ruang paling konkret di mana kehadiran negara benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Dan keberhasilan pelayanan publik sangat bergantung pada kualitas data kependudukan yang digunakan sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaannya.

Contoh paling nyata adalah dalam program imunisasi nasional. Pemerintah harus mengetahui secara pasti berapa jumlah bayi dan balita di suatu wilayah agar bisa menyiapkan vaksin, tenaga medis, serta logistik distribusi yang sesuai. Jika pencatatan kelahiran tidak dilakukan secara cepat dan benar, maka akan muncul risiko anak tidak terdata dan akhirnya terlewat dari program imunisasi yang sangat penting untuk kesehatan jangka panjang.

Dalam dunia pendidikan, program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan beasiswa untuk siswa berprestasi atau kurang mampu juga mengandalkan data kependudukan yang sudah terintegrasi. Data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terhubung dengan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) memastikan bahwa bantuan disalurkan tepat sasaran, tidak ada penyalahgunaan dana, dan semua anak yang berhak mendapatkan haknya.

Sektor jaminan kesehatan pun demikian. BPJS Kesehatan menggunakan data e-KTP dan Kartu Keluarga untuk memastikan seluruh anggota keluarga bisa didaftarkan dengan benar. Jika data kependudukan tidak valid, bisa saja terjadi warga tidak mendapat akses layanan karena tidak tercatat dalam sistem, atau sebaliknya-terjadi duplikasi peserta yang merugikan sistem jaminan sosial.

Selain itu, berbagai program jaminan sosial lainnya seperti subsidi listrik, bantuan sembako, hingga program ketenagakerjaan sangat bergantung pada validitas data penduduk. Kesalahan data akan memicu kesenjangan sosial, konflik antarmasyarakat, dan rasa tidak percaya kepada negara.

Maka jelas, data kependudukan bukan hanya soal statistik, tetapi menyangkut hak dasar warga negara-termasuk hak untuk hidup sehat, mengakses pendidikan, bekerja, dan hidup sejahtera.

5. Teknologi Digital dan Inovasi Pencatatan Kependudukan

Transformasi digital dalam tata kelola pemerintahan membuka peluang besar untuk menyempurnakan sistem pencatatan dan pembaruan data kependudukan. Teknologi memungkinkan proses yang sebelumnya manual dan lambat menjadi cepat, akurat, serta lebih transparan.

Salah satu inovasi terpenting adalah penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tunggal yang terhubung dengan KTP elektronik (e-KTP). NIK bersifat unik dan permanen sepanjang hidup seseorang, sehingga menjadi dasar identifikasi tunggal dalam semua urusan publik. Dengan ini, potensi penyalahgunaan identitas, seperti pembuatan KTP ganda atau manipulasi data untuk kepentingan politik, bisa ditekan secara signifikan.

Proses perekaman biometrik, seperti sidik jari, iris mata, dan tanda tangan digital, kini telah diterapkan di banyak daerah. Data ini langsung tersambung ke server pusat, memastikan bahwa setiap perubahan-misalnya pindah domisili, menikah, atau meninggal dunia-dapat diinput dan diverifikasi secara real-time. Tidak hanya mempercepat pelayanan, sistem ini juga memperkuat integritas data nasional.

Selain itu, teknologi cloud computing memungkinkan penyimpanan data dalam skala besar dengan keamanan dan aksesibilitas tinggi. Teknologi blockchain bahkan mulai dilirik untuk mencatat data sensitif karena kemampuannya menciptakan buku besar digital yang tidak bisa diubah secara sepihak. Ini memberi jaminan keandalan dan keamanan ekstra bagi data yang sangat strategis.

Inovasi terbaru melibatkan kecerdasan buatan (AI) dan data analytics, yang digunakan untuk mendeteksi anomali atau ketidakwajaran data. Misalnya, AI bisa mengenali pola migrasi penduduk yang tidak lazim atau mendeteksi adanya warga yang tercatat di dua wilayah sekaligus. Sistem semacam ini mempercepat proses validasi dan membuat pengawasan menjadi lebih proaktif, bukan hanya reaktif.

Dengan berbagai teknologi tersebut, pencatatan kependudukan kini memasuki era baru: dari sekadar administrasi manual menjadi sistem cerdas yang mampu menyesuaikan diri secara dinamis terhadap perubahan sosial, memperkuat pelayanan publik, serta memperkuat ketahanan data nasional.

6. Tantangan Pengelolaan Data Kependudukan

Meskipun potensi manfaat dari data kependudukan yang akurat sangat besar dalam mendukung pembangunan dan pelayanan publik yang inklusif, pengelolaannya di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan mendasar yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Tantangan-tantangan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menyentuh aspek sumber daya manusia, kesadaran publik, hingga koordinasi antarinstansi yang kompleks.

  • Pertama, tantangan yang paling mendasar terletak pada kualitas dan pemerataan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di lingkungan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), terutama di wilayah-wilayah terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Masih banyak daerah yang mengalami keterbatasan tenaga profesional yang memahami teknik perekaman biometrik, pengelolaan basis data, hingga mekanisme verifikasi dan validasi data digital. Ketimpangan kompetensi ini menyebabkan ketidaksinkronan antara data pusat dan daerah, serta memperlambat pembaruan informasi kependudukan secara real-time.
  • Kedua, keterbatasan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi hambatan yang cukup serius. Banyak desa dan kecamatan di Indonesia yang belum sepenuhnya memiliki akses internet yang stabil atau belum terhubung ke jaringan nasional. Akibatnya, proses sinkronisasi data antarwilayah menjadi terhambat, dan pembaruan informasi harus dilakukan secara manual atau tertunda hingga waktu yang lama. Ini menyebabkan celah data yang pada akhirnya berdampak pada perencanaan program yang tidak presisi.
  • Ketiga, tantangan lain yang kian krusial adalah perlindungan dan kerahasiaan data pribadi. Seiring dengan meningkatnya digitalisasi, data kependudukan menjadi aset yang sangat bernilai dan rentan terhadap penyalahgunaan, baik oleh individu maupun lembaga yang tidak bertanggung jawab. Untuk itu, pemerintah melalui Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang baru disahkan, menuntut seluruh pengelola data-termasuk Disdukcapil-untuk menerapkan protokol keamanan seperti akses terbatas (access control), enkripsi data (data encryption), dan sistem audit internal yang ketat.
  • Keempat, rendahnya kesadaran masyarakat untuk secara aktif melaporkan perubahan data kependudukan, seperti kelahiran, kematian, perubahan alamat, atau status perkawinan, menjadi kendala yang sangat umum terjadi. Banyak warga yang menganggap perubahan data sebagai hal yang tidak mendesak atau merepotkan, padahal kelalaian ini menyebabkan ketidakakuratan data yang kemudian berimplikasi pada penyaluran bantuan atau akses layanan yang tidak tepat sasaran.
  • Kelima, koordinasi antarinstansi yang masih terfragmentasi juga menghambat integrasi data secara menyeluruh. Misalnya, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan BPJS Kesehatan belum seluruhnya menggunakan data dari Disdukcapil sebagai rujukan utama atau belum terhubung melalui platform data bersama. Ketidaksinkronan ini menciptakan redundansi, duplikasi, dan potensi kesalahan dalam pelayanan lintas sektor.

Oleh karena itu, semua tantangan tersebut perlu diatasi dengan pendekatan sistemik, mulai dari peningkatan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur TIK yang merata, edukasi publik yang berkelanjutan, hingga penguatan regulasi dan sistem kolaboratif lintas sektor.

7. Strategi Memastikan Akurasi dan Mutakhirnya Data Kependudukan

Untuk menjawab tantangan-tantangan yang telah diuraikan sebelumnya, diperlukan serangkaian strategi komprehensif dan terpadu yang melibatkan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, serta partisipasi aktif dari masyarakat. Strategi-strategi ini tidak hanya bersifat reaktif terhadap masalah yang ada, tetapi juga bersifat proaktif dalam membangun sistem data kependudukan yang berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan zaman.

  1. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia harus menjadi prioritas utama. Pemerintah perlu menyelenggarakan pelatihan secara berkala dan terstruktur bagi petugas Disdukcapil di seluruh wilayah, terutama mengenai prosedur perekaman biometrik, penggunaan sistem informasi kependudukan (SIK), dan integrasi data digital dengan sistem pelayanan publik lainnya. Kompetensi SDM yang mumpuni akan menjadi fondasi dari tata kelola data yang presisi.
  2. Pembangunan dan penguatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) harus dilakukan secara merata hingga ke pelosok desa. Ini dapat dicapai melalui program nasional seperti Palapa Ring atau melalui pemanfaatan teknologi satelit broadband untuk menjangkau daerah yang tidak memiliki akses kabel optik. Dengan infrastruktur yang memadai, maka proses sinkronisasi dan pembaruan data akan dapat dilakukan secara cepat, aman, dan efisien.
  3. Peningkatan literasi publik dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pembaruan data kependudukan harus dilakukan melalui kampanye yang berkelanjutan. Pemerintah dapat mengembangkan administration corner di tingkat desa atau kelurahan, serta memanfaatkan aplikasi mobile yang memungkinkan warga untuk melaporkan perubahan data secara mandiri dengan verifikasi biometrik dan tanda tangan digital. Pendekatan ini dapat mempercepat proses dan mendorong partisipasi aktif warga.
  4. Penguatan kebijakan integrasi data harus dilakukan melalui produk hukum yang tegas, seperti Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Menteri yang mewajibkan seluruh instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai primary key dalam seluruh sistem informasi layanan publik. Dengan demikian, data kependudukan akan menjadi single source of truth yang dapat dipercaya dan digunakan secara lintas sektor.
  5. Kolaborasi strategis dengan sektor swasta dan lembaga riset perlu diperkuat untuk menciptakan inovasi dalam pengelolaan data. Pemerintah dapat menggandeng startup teknologi, perusahaan keamanan siber, hingga universitas untuk mengembangkan solusi real-time data validation, penggunaan sensor Internet of Things (IoT), hingga machine learning untuk menganalisis tren demografi dan prediksi perubahan populasi. Langkah ini tidak hanya memastikan akurasi, tetapi juga meningkatkan nilai guna data untuk pengambilan kebijakan jangka panjang.

8. Dampak Data Kependudukan Akurat terhadap Kesejahteraan Masyarakat

Keberadaan data kependudukan yang akurat, lengkap, dan selalu diperbarui secara berkala memiliki konsekuensi langsung dan signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak ini dapat dirasakan secara nyata dalam bentuk layanan publik yang lebih efisien, kebijakan sosial yang lebih adil, serta alokasi sumber daya yang lebih tepat sasaran.

Secara langsung, program bantuan sosial dan perlindungan sosial yang didasarkan pada data kependudukan akan memiliki akurasi yang jauh lebih tinggi dalam menargetkan penerima manfaat. Ini berarti bahwa keluarga miskin atau rentan yang benar-benar membutuhkan akan mendapatkan bantuan secara tepat waktu dan sesuai haknya, tanpa tercecer akibat kesalahan data. Dengan demikian, kebijakan seperti Program Keluarga Harapan (PKH) atau bantuan sembako akan lebih efektif dalam menurunkan tingkat kemiskinan.

Dalam bidang kesehatan, data kependudukan memungkinkan optimalisasi program kesehatan masyarakat, seperti imunisasi bayi, deteksi dini penyakit menular, layanan ibu hamil, hingga penanganan stunting. Dengan data yang akurat, pemerintah dapat memetakan wilayah dengan prevalensi masalah gizi dan menyusun intervensi yang lebih terarah. Dampaknya adalah peningkatan kualitas hidup dan penurunan angka kematian ibu dan anak.

Secara tidak langsung, data kependudukan juga menjadi instrumen penting dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan infrastruktur. Informasi mengenai sebaran penduduk, tingkat kepadatan, serta pertumbuhan populasi digunakan untuk menentukan lokasi pembangunan sekolah, rumah sakit, jalan, hingga perumahan rakyat. Di kota-kota besar, data ini digunakan untuk merancang jalur transportasi publik yang efisien dan menghindari kemacetan akibat konsentrasi penduduk yang berlebihan.

Lebih jauh lagi, data kependudukan yang terintegrasi memungkinkan analisis demografis seperti proyeksi tenaga kerja, tren urbanisasi, dan pola migrasi. Informasi ini sangat penting dalam merancang kebijakan ketenagakerjaan, pengembangan kawasan industri, dan pengendalian harga properti. Dengan kata lain, data kependudukan yang dikelola dengan baik akan membentuk fondasi bagi ekonomi yang lebih dinamis, inklusif, dan berkelanjutan.

9. Rekomendasi Kebijakan dan Implementasi Masa Depan

Sebagai penutup, untuk memastikan bahwa sistem data kependudukan di Indonesia terus berkembang dan memberikan manfaat maksimal, perlu dilakukan berbagai kebijakan strategis dan langkah implementasi yang terukur. Berikut ini adalah beberapa rekomendasi utama:

  1. Percepatan Digitalisasi Kantor Disdukcapil
    Pemerintah harus mendorong seluruh kantor Disdukcapil, mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, untuk bertransformasi menjadi smart office yang menerapkan sistem kerja digital sepenuhnya. Ini termasuk penyediaan perangkat mobile data capture, server lokal yang terhubung ke pusat, serta konektivitas internet yang stabil dan aman.
  2. Pengembangan Sistem Pelaporan Mandiri Berbasis Aplikasi
    Masyarakat perlu diberi akses untuk secara langsung melaporkan perubahan data melalui aplikasi mobile resmi pemerintah yang telah dilengkapi dengan verifikasi biometrik, geo-tagging, dan tanda tangan digital. Hal ini akan mempercepat pembaruan data dan mengurangi beban kerja manual di lapangan.
  3. Penguatan Interoperabilitas Data Lintas Sektor
    Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan seluruh instansi layanan publik menggunakan NIK sebagai kunci utama (primary key) dalam sistem informasi mereka. Ini akan menjadikan data kependudukan sebagai referensi tunggal yang konsisten dan terpercaya di seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
  4. Kampanye Edukasi Publik Secara Masif dan Terstruktur
    Kampanye ini harus melibatkan media nasional, lokal, hingga komunitas desa dan tokoh masyarakat agar kesadaran akan pentingnya pelaporan data meningkat. Edukasi ini perlu menekankan bahwa akses terhadap bantuan, layanan pendidikan, kesehatan, dan subsidi sangat bergantung pada keakuratan data individu.
  5. Kolaborasi dengan Sektor Swasta dan Inovator Teknologi
    Pemerintah perlu menjalin kemitraan dengan perusahaan teknologi, startup, dan lembaga riset dalam pengembangan sistem keamanan data, pemanfaatan big data analytics, dan penerapan kecerdasan buatan (AI) dalam verifikasi serta prediksi data demografis.
  6. Penerapan Ketat Regulasi Perlindungan Data Pribadi
    Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang telah disahkan harus segera diimplementasikan secara konkret, dengan penetapan standar operasional keamanan data, mekanisme audit dan sanksi, serta peningkatan kesadaran semua pihak bahwa data kependudukan adalah aset nasional yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.

10. Kesimpulan

Data kependudukan yang akurat merupakan tulang punggung perencanaan dan pelaksanaan kebijakan publik yang efektif, efisien, dan berkeadilan. Dengan sistem data yang andal, pemerintah dan pemangku kepentingan dapat memastikan program pemberdayaan sosial, program kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur tepat sasaran serta berkelanjutan. Era digital membuka peluang besar untuk melakukan pencatatan, pembaruan, dan analisis data secara real‑time, asalkan didukung oleh infrastruktur teknologi, regulasi integrasi data, dan partisipasi aktif masyarakat.

Tantangan yang ada-mulai dari kapasitas SDM, infrastruktur, hingga keamanan data-harus diatasi melalui strategi mitigasi terpadu, kolaborasi multi‑stakeholder, dan kebijakan proaktif dari pemerintah pusat hingga desa. Hanya dengan data kependudukan yang akurat dan mutakhir, visi Indonesia maju yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan dapat terwujud, menjadikan setiap warga negara benar‑benar merasakan manfaat pembangunan.