Pendahuluan
Surat Perjanjian Kerja Sama (SPKS) antarinstansi adalah dokumen formal yang menyatukan niat, tanggung jawab, dan mekanisme kerja antar dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Di pemerintahan maupun organisasi publik-swasta, SPKS berperan sebagai payung hukum yang mengatur pembagian tugas, pembiayaan, manajemen risiko, mekanisme pemantauan, dan penyelesaian sengketa. Tanpa perjanjian yang jelas, inisiatif kolaboratif mudah menemui hambatan-tumpang tindih tugas, klaim tanggung jawab, hingga pemborosan anggaran.
Artikel ini dirancang untuk memberikan panduan praktis dan terstruktur tentang cara menulis SPKS antarinstansi: mulai memahami dasar hukum dan tujuan, menyiapkan pihak-pihak terkait, menyusun klausul esensial, sampai proses penandatanganan, registrasi, dan pengarsipan. Setiap bagian disajikan secara rinci, mudah dimengerti, dan berisi tips bahasa hukum sederhana, contoh elemen yang bisa langsung dipakai, serta peringatan terhadap kesalahan umum. Tujuannya agar Anda – sebagai penanggung jawab program, pejabat pengadaan, atau staff hukum – mampu menyusun perjanjian yang jelas, implementable, dan melindungi kepentingan publik maupun organisasi.
1. Menetapkan Tujuan, Ruang Lingkup, dan Dasar Hukum
Sebelum mengetik pasal pertama, penting untuk memastikan SPKS dibangun atas dasar tujuan yang jelas, ruang lingkup kerja yang terdefinisi, dan landasan hukum yang valid. Ketiga unsur ini menjadi fondasi sehingga perjanjian tidak sekadar administrasi tetapi bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan politik.
- Menetapkan Tujuan (Objective):
Tuliskan secara ringkas namun konkret mengapa kerja sama diperlukan. Misalnya: “Meningkatkan kapasitas layanan publik pada sektor X melalui penyediaan training, sharing resource, dan pengembangan sistem informasi.” Tujuan harus bisa diukur (SMART): spesifik, measurable (terukur), achievable (dapat dicapai), relevant (relevan), time-bound (ada batas waktu). Tujuan yang kabur akan mempersulit penilaian keberhasilan dan menimbulkan interpretasi berbeda antar pihak. - Ruang Lingkup (Scope of Work):
Ruang lingkup menjawab apa saja yang termasuk dan apa yang dikecualikan dari kerja sama. Rincikan kegiatan utama (aktivitas), keluaran yang diharapkan (deliverables), lokasi pelaksanaan, dan cakupan geografis. Misalnya: “Penyusunan modul pelatihan 5 modul; pelaksanaan 10 sesi pelatihan di 5 kabupaten; monitoring dan evaluasi triwulan.” Sertakan batasan tanggung jawab-apa yang bukan tanggung jawab masing-masing pihak-agar tidak ada beban tugas tersembunyi. - Dasar Hukum & Kebijakan:
Cantumkan aturan perundang-undangan, peraturan menteri, peraturan daerah, atau pedoman internal yang menjadi rujukan. Misal pada kerja sama antarinstansi pemerintahan: Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, peraturan LKPP, peraturan menteri terkait tugas pokok fungsi, atau peraturan kepala daerah. Untuk kerja sama publik-swasta, tambahkan peraturan terkait pengadaan atau PPP (public-private partnership). Dasar hukum penting untuk legalitas, terutama bila ada aliran dana publik: menjelaskan sumber anggaran, kewenangan menandatangani, dan kewajiban audit. - Kesesuaian Kebijakan Internal:
Periksa mekanisme internal (mis. APIP, unit pengadaan, tata nilai ASN) untuk memastikan SPKS tidak bertentangan dengan kebijakan internal. Beberapa instansi mewajibkan review hukum atau fiscal note sebelum perjanjian disahkan. - Dokumentasi Pendukung Prakontrak (Pre-contract documents):
Sertakan dokumen pendukung: nota kesepahaman (MoU) sebelumnya, term of reference (ToR), feasibility study, analisis risiko, dan rancangan anggaran. Pre-contract documents membantu mempercepat proses redaksi perjanjian utama dan menjadi lampiran apabila perlu.
Dengan menetapkan tujuan, ruang lingkup, dan dasar hukum secara jelas pada tahap awal, perjanjian akan lebih mudah diuji kepatutan, diintegrasikan ke perencanaan anggaran, dan ditaati selama implementasi.
2. Menentukan Pihak, Wewenang, dan Perwakilan
Surat Perjanjian Kerja Sama harus secara tegas menyebutkan siapa pihak-pihak yang terlibat, kapasitas mereka, dan siapa yang bertanggung jawab secara hukum dan operasional. Ketidakjelasan di bagian ini sering menjadi sumber konflik.
- Identifikasi Pihak (Parties to the Agreement):
Setiap pihak disebutkan lengkap: nama instansi/organisasi, alamat resmi, nomor identitas badan (NIB/NPWP jika relevan), dan status hukum (instansi pemerintah, BUMN, organisasi non-profit, perusahaan swasta). Gunakan format resmi: “Pihak Pertama: [Nama Instansi], yang dalam hal ini diwakili oleh [nama pejabat], Jabatan [..], bertindak berdasarkan [dasar kewenangan].” - Kewenangan Penandatangan (Authority to Sign): Cantumkan dasar kewenangan penandatangan: misalnya amanah peraturan kepala daerah, keputusan direksi, atau surat kuasa khusus. Bila penandatangan bukan pejabat definitif, lampirkan surat kuasa yang menjelaskan ruang lingkup kuasa dan masa berlakunya.
- Perwakilan Operasional (Project Focal Points):
Selain penandatangan, tetapkan person in charge (PIC) teknis dari masing-masing pihak: nama, jabatan, unit, telepon, email. Peran PIC adalah sebagai kontak harian untuk koordinasi, laporan, dan klarifikasi teknis. Pastikan ada mekanisme penggantian PIC (mis. notifikasi tertulis 14 hari sebelum pergantian). - Komposisi Tim Kerja (Joint Working Group):
Jika proyek kompleks, cantumkan pembentukan tim kerja bersama-anggota, fungsi, frekuensi rapat, dan mekanisme pengambilan keputusan (mis. konsensus vs voting). Jelaskan peran sekretariat teknis jika ada. - Pembagian Wewenang & Delegasi Tugas:
Rinci kewenangan masing-masing pihak: pengadaan SDM, pembiayaan, pengadaan barang/jasa, evaluasi, dan otorisasi pembayaran. Jaga agar tidak muncul tumpang tindih kewenangan. Misalnya: “Pihak A bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan SDM instruktur; Pihak B bertanggung jawab pada pengadaan bahan ajar dan logistik pelatihan.” - Batasan Kewenangan (Limitation of Authority):
Cantumkan hal-hal yang memerlukan persetujuan tertulis bersama seperti perubahan scope, pengalihan hak, atau kontrak subkontrak. Hal ini mencegah satu pihak bertindak sepihak yang berdampak finansial atau hukum pada pihak lain. - Ketentuan Peralihan & Afiliasi:
Jelaskan apakah pihak dapat mengalihkan hak dan kewajiban ke pihak ketiga (assignment) atau anak perusahaan tanpa persetujuan tertulis pihak lain. Biasanya, peralihan memerlukan persetujuan tertulis agar kontrol kualitas dan akuntabilitas tetap terjaga.
Bagian pihak dan wewenang yang jelas memudahkan penegakan perjanjian, meminimalkan ambiguitas, dan membuat jalur akuntabilitas lebih transparan-faktor penting dalam kerja sama antarinstansi.
3. Struktur Surat Perjanjian: Elemen-Elemen Esensial
Surat Perjanjian Kerja Sama yang baik memiliki struktur logis dan lengkap sehingga memudahkan pembacaan, pemeriksaan hukum, dan implementasi. Di bawah ini adalah susunan umum beserta penjelasan tiap elemen.
1. Judul dan Identifikasi Dokumen
Judul harus mencerminkan jenis kerja sama dan pihak terkait, mis. “Perjanjian Kerja Sama Pelaksanaan Pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM Antara Dinas A dan Dinas B.” Sertakan tanggal dan nomor perjanjian bila ada.
2. Pembukaan / Preamble
Bagian ini menjelaskan identitas para pihak dan dasar penandatanganan (MoU, kebutuhan program). Preamble memberi konteks tujuan dan alasan logis kolaborasi.
3. Pasal Definisi (Definitions)
Cantumkan istilah teknis atau frasa yang dipakai berulang beserta definisinya agar interpretasi konsisten. Misalnya: “Pekerjaan”, “Deliverables”, “Anggaran”, “Masa Perjanjian”, “Force Majeure”.
4. Ruang Lingkup (Scope of Work)
Pasal ini mendetailkan kegiatan, output, lokasi, dan jadwal pelaksanaan. Gunakan sub-bab untuk tiap paket kegiatan jika perlu.
5. Hak dan Kewajiban Masing-masing Pihak
Rinci kewajiban operasional, dukungan infrastruktur, sumber daya manusia, dan kewajiban pembiayaan. Cantumkan juga hak yang dimiliki tiap pihak (akses data, audit rights).
6. Pembiayaan & Pengelolaan Anggaran
Jelaskan sumber dana, mekanisme pencairan, alokasi anggaran per kegiatan, prosedur pengeluaran, serta akuntabilitas (bukti pengeluaran, pelaporan keuangan). Sertakan ketentuan audit internal/eksternal.
7. Jadwal & Milestone
Cantumkan timeline, milestone utama, dan deadline. Tentukan konsekuensi keterlambatan atau keterlambatan yang dapat diterima (grace period).
8. Mekanisme Pelaksanaan & Pengelolaan Proyek
Aturan rapat koordinasi, laporan berkala, sistem monitoring & evaluation (M&E), dan indikator kinerja (KPIs).
9. Jaminan Kualitas & Standar Teknis
Sertakan kriteria kualitas, standar referensi (mis. SNI, ISO), serta prosedur penerimaan deliverable.
10. Pengelolaan Risiko & Force Majeure
Definisi force majeure, kewajiban pemberitahuan, dan pengaturan penangguhan atau pembatalan tugas karena kejadian luar biasa.
11. Penanganan Sengketa & Hukum yang Berlaku
Urutan penyelesaian sengketa: mediasi internal → mediasi pihak ketiga/arbiter → litigasi. Sebutkan pula hukum atau yurisdiksi yang berlaku.
12. Klausul Kerahasiaan & IP (Hak Kekayaan Intelektual)
Atur pengelolaan data sensitif, informasi rahasia, kepemilikan IP atas produk/dokumen yang dihasilkan, dan lisensi penggunaan.
13. Perubahan Perjanjian & Addendum
Prosedur perubahan (mis. harus tertulis, disetujui pimpinan), serta mekanisme penerbitan addendum.
14. Masa Berlaku & Pengakhiran
Tanggal mulai, masa berlaku, syarat perpanjangan, dan ketentuan pengakhiran (mutual consent, breach, force majeure).
15. Sanksi & Ganti Rugi
Sanksi administratif, denda keterlambatan, pemulihan biaya, dan klaim kompensasi.
16. Penutup & Tanda Tangan
Bila relevan, sertakan lampiran: ToR, RAB, daftar PIC, peta lokasi, dan dokumen pendukung lain.
Struktur yang tertata rapi memudahkan reviu hukum, transparansi, dan mempersingkat waktu implementasi. Pastikan tiap pasal jelas dan tidak tumpang tindih, serta gunakan bahasa sederhana yang tetap memenuhi kaidah hukum.
4. Menyusun Klausul Teknis: Deliverables, Waktu, dan Anggaran
Klausul teknis adalah jantung operasional SPKS-di sinilah kesepakatan menjadi instruksi implementable. Klausul ini harus presisi, operasional, dan memungkinkan verifikasi objektif.
- Deliverables (Hasil yang Diharapkan)
Tuliskan deliverables secara kuantitatif dan deskriptif: nama output, spesifikasi teknis, jumlah, format, dan standar kualitas. Contoh: “Pihak A akan menyerahkan Modul Pelatihan (format PDF dan print 200 eksemplar) sebanyak 5 modul, masing-masing minimal 30 halaman, disertai slide presentasi dan lembar evaluasi peserta.” Untuk barang, cantumkan spesifikasi teknis (merk/alternatif, kapasitas, sertifikat). Untuk layanan, definisikan scope layanan dan outcome yang diukur. - Acceptance Criteria (Kriteria Penerimaan)
Tetapkan kriteria objektif untuk menerima deliverables: uji mutu, dokumen verifikasi, tanda tangan penerima, atau hasil test besar. Proses acceptance biasanya terdiri dari submission → review (n hari) → acceptance or request for rectification (n hari) → final acceptance. Sertakan pengukuran misalnya parameter kinerja dengan threshold. - Jadwal & Milestone
Buat timeline dengan milestone terukur: pengembangan rancangan (bulan 1), uji coba batch pertama (bulan 3), finalisasi (bulan 6). Cantumkan konsekuensi status milestone terlewat: pemberitahuan, perbaikan, pengurangan pembayaran, atau pemutusan. - Anggaran & Mekanisme Pembayaran
Rinci total anggaran, pembagian biaya per aktivitas, sumber pembiayaan, dan mekanisme pencairan (advance, progress payment, final payment). Sertakan dokumen yang dibutuhkan untuk pencairan (invoice, laporan pekerjaan, berita acara serah terima). Contoh mekanisme: 20% advance upon contract signing; 50% on completion of milestones 1-2; 30% upon final acceptance and audit. - Pengelolaan Perubahan (Change Control)
Tentukan prosedur perubahan scope yang dapat memengaruhi deliverables dan biaya: pengajuan perubahan tertulis, evaluasi dampak biaya & waktu, persetujuan tertulis sebelum implementasi. Gunakan form change request standar yang menjadi lampiran. - Cadangan Anggaran & Overrun
Tentukan mekanisme penanganan overrun: biaya tak terduga harus disetujui bersama; tetapkan batas atas perubahan tanpa persetujuan pimpinan; alokasikan contingency budget (mis. 5-10% dari total) untuk risiko tertentu. - Pelaporan & Dokumentasi Teknis
Tetapkan format laporan teknis (template), frekuensi (mingguan, bulanan), dan isi minimum (progress, kendala, realisasi anggaran, rencana perbaikan). Simpan semua dokumen dalam repositori bersama (cloud/drive resmi) untuk audit trail.
Klausul teknis yang rinci memudahkan monitoring, mencegah klaim keliru, dan mempercepat proses serah terima. Hindari istilah ambigu; gunakan angka, tanggal, dan parameter terukur sebanyak mungkin.
5. Mekanisme Pengelolaan Risiko, Sanksi, dan Pengakhiran
Setiap kerja sama mengandung risiko-keuangan, teknis, hukum, maupun reputasi. Perjanjian yang baik mengidentifikasi risiko utama dan merumuskan mekanisme mitigasi, sanksi saat pelanggaran, serta proses pengakhiran.
- Identifikasi Risiko (Risk Assessment)
Lampirkan hasil analisis risiko sederhana: jenis risiko, kemungkinan, dampak, dan mitigasi awal. Contoh risiko: keterlambatan pengiriman, kegagalan teknis, perubahan kebijakan anggaran, atau isu reputasi publik. - Mitigasi dan Kontrol
Rincikan tindakan mitigasi: daftar kontrol teknis (quality assurance), kontrol finansial (retensi dana), dan kontrol operasional (backup plan). Misalnya, retensi 10% dari pembayaran final hingga selesai garansi 3 bulan; atau requirement asuransi proyek untuk perlindungan terhadap kerusakan. - Force Majeure
Definisikan kondisi force majeure (bencana alam, perang, tindakan pemerintah yang menghalangi pelaksanaan). Aturan umumnya: pihak terdampak wajib memberi notifikasi tertulis segera (mis. 7 hari), periode penangguhan pelaksanaan, dan opsi perpanjangan atau terminasi tanpa penalti jika durasi panjang. Jangan gunakan definisi terlalu sempit atau terlalu luas. - Sanksi Keterlambatan & Pelanggaran
Tentukan mekanisme penalti (liquidated damages) yang proporsional: misal denda x% per hari keterlambatan hingga maksimum y% dari nilai kontrak. Untuk pelanggaran berat (fraud, pelanggaran hukum), cantumkan sanksi administrative (blacklisting), pemutusan kontrak, dan klaim ganti rugi. - Retensi & Jaminan Kinerja
Cantumkan mekanisme jaminan (bank guarantee, performance bond, retensi) untuk menjamin penyelesaian pekerjaan. Tentukan syarat pencairan jaminan (mis. setelah penyelesaian kerja dan masa pemeliharaan). Besaran jaminan harus proporsional terhadap nilai dan risiko proyek. - Asuransi & Liability
Sebutkan kewajiban asuransi: asuransi liability pihak ketiga, asuransi properti, atau asuransi professional indemnity sesuai kebutuhan. Jelaskan limit liability-apakah ada cap pada tanggung jawab finansial (mis. maksimal nilai kontrak) dan pengecualian (kerusakan tak terduga oleh pihak ketiga). - Pengakhiran & Exit Strategy
Atur dasar pemutusan (material breach, force majeure prolonged, tidak tersedia anggaran), proses pemberitahuan (notice period), hak & kewajiban pasca-pemutusan (penyelesaian kewajiban yang sudah berjalan, pengembalian aset), serta mekanisme settlement (audit akhir, pembayaran prorata). Cantumkan juga exit strategy agar layanan penting tetap berjalan saat perjanjian berakhir (mis. transfer data, transfer pengetahuan, transitional services).
Memasukkan ketentuan risiko dan sanksi yang adil meningkatkan kepastian kedua belah pihak, mendorong kepatuhan, dan memberikan mekanisme penanganan apabila hal tak terduga terjadi.
6. Pengaturan Tata Kelola, Monitoring, dan Mekanisme Pelaporan
SPKS harus memuat mekanisme tata kelola yang jelas agar implementasi berjalan tertib. Tata kelola mencakup struktur pengambilan keputusan, mekanisme monitoring & evaluasi (M&E), serta format pelaporan.
- Struktur Pengelolaan Proyek
Tentukan forum pengelola bersama: steering committee (untuk kebijakan strategis), project management unit (PMU) atau sekretariat (untuk operasi), serta tim teknis. Jelaskan tugas masing-masing: frekuensi rapat, quorum, dan mekanisme pengambilan keputusan. - Rencana Monitoring & Evaluasi (M&E Plan)
Lampirkan atau rujuk M&E Plan yang memuat indikator kinerja (input, output, outcome), metode pengukuran, frekuensi pengukuran, sumber data, dan pihak bertugas. Indikator harus terukur dan relevan: misalnya “persentase penyelesaian modul pada jadwal (target 90%)” atau “kepuasan peserta >4/5”. - Pelaporan Berkala
Atur jenis laporan (laporan teknis, laporan keuangan, laporan risk register), format, frekuensi (mingguan, bulanan, triwulanan), dan penerima laporan (steering committee, kepala dinas, donor). Sertakan template atau lampiran contoh laporan agar konsistensi terjaga. - Audit & Review Independents
Sertakan ketentuan audit: audit internal & eksternal (bawasda/inspektorat/BPK), jadwal audit, dan akses auditor ke dokumen serta site. Untuk proyek menggunakan dana publik, wajibkan audit sesuai regulasi. - KPI & Performance Review
Tentukan KPI yang diukur secara berkala dan mekanisme review. Bila KPI tidak tercapai, cantumkan rencana tindakan korektif (corrective action plan) beserta tenggat waktu dan siapa yang bertanggung jawab. - Sistem Informasi & Data Management
Sebutkan sistem dokumentasi proyek: repository dokumen (cloud atau server instansi), hak akses, kebijakan backup, dan retention period. Pastikan kebijakan keamanan data diatur, termasuk perlindungan data pribadi bila relevan. - Reporting Transparency & Public Disclosure
Untuk proyek publik, tentukan tingkat keterbukaan informasi (laporan publik, dashboard), agar publik dapat memantau progres. Transparansi membantu mengurangi risiko penyalahgunaan dan meningkatkan kepercayaan.
Dengan tata kelola yang formal dan mekanisme M&E yang jelas, SPKS menjadi instrumen manajemen bersama bukan sekadar pernyataan niat; implementasi lebih terukur dan akuntabel.
7. Ketentuan Kerahasiaan, Hak Kekayaan Intelektual, dan Pemanfaatan Data
Kolaborasi antarinstansi sering menghasilkan data, bahan ajar, software, atau penelitian yang memiliki nilai intelektual dan sensitif. Pasal yang mengatur kerahasiaan dan IP wajib agar hak dan kewajiban jelas.
- Kerahasiaan (Confidentiality Clause)
Definisikan informasi rahasia: data pribadi, dokumen internal, strategi, atau informasi komersial. Cantumkan kewajiban non-disclosure: pihak menerima tidak boleh mengungkapkan atau menggunakan informasi selain untuk tujuan kerja sama. Tetapkan pengecualian: informasi yang sudah publik, diminta oleh pengadilan, atau disetujui tertulis untuk dibuka. - Durasi Kerahasiaan
Tentukan jangka waktu kewajiban kerahasiaan setelah perjanjian berakhir-mis. 3-5 tahun. Untuk data sensitif, pertimbangkan durasi lebih panjang sesuai regulasi perlindungan data. - Hak Kekayaan Intelektual (IPR)
Atur kepemilikan IP hasil kerja sama: apakah menjadi milik bersama (joint ownership), milik salah satu pihak, atau dimiliki oleh pencipta asal dengan lisensi eksklusif/non-eksklusif kepada pihak lain. Contoh pengaturan:- Work for hire / Commissioned work: produk yang dibuat oleh penyedia dibeli penuh haknya oleh instansi, termasuk hak cipta.
- Joint ownership: nilai kontribusi masing-masing pihak menentukan pembagian hak.
- License arrangement: pemegang IP memberikan lisensi non-eksklusif untuk penggunaan internal dengan batas waktu.
- Pemanfaatan & Komersialisasi
Jika ada potensi komersialisasi (mis. modul pelatihan dapat dijual), atur revenue sharing, persetujuan komersialisasi, dan tanggung jawab pemasaran. Jangan lupa mengatur hak moral pencipta jika relevan (pengakuan penulis). - Data Protection & Privacy
Jika proyek mengumpulkan data pribadi (responden survei, peserta program), wajib mencantumkan kepatuhan terhadap peraturan perlindungan data (mis. undang-undang perlindungan data pribadi). Atur:- Dasar hukum pengumpulan data, tujuan penggunaan, retention period.
- Mekanisme penyimpanan aman (enkripsi, akses terbatas).
- Hak subjek data (akses, koreksi, penghapusan) bila berlaku.
- Kewajiban notifikasi jika terjadi data breach.
- Publication & Acknowledgement
Atur hak publikasi hasil penelitian: siapa berhak mempublikasikan, prosedur review internal sebelum publikasi, dan pengakuan pihak lain (acknowledgement). Biasanya publikasi harus mendapat persetujuan bersama dan tidak mengungkapkan data rahasia.
Mengatur kerahasiaan dan IP dengan rinci melindungi aset intangible, menghindarkan sengketa pasca-proyek, dan membuka peluang kerja sama lanjutan yang adil.
8. Penandatanganan, Registrasi, dan Pengarsipan Perjanjian
Tahap akhir pembuatan perjanjian mencakup formalitas penandatanganan, legalisasi bila perlu, registrasi ke instansi terkait, dan pengarsipan yang baik sehingga dokumen mudah ditemukan saat audit atau implementasi.
- Proses Penandatanganan (Signing)
Tentukan siapa yang menandatangani (pejabat berwenang) dan format tanda tangan (basah atau digital). Bila menggunakan tanda tangan digital, pastikan memenuhi ketentuan hukum (e-signature yang sah) dan interoperabilitas. Sertakan juga saksi atau notaris apabila peraturan internal atau jenis perjanjian mengharuskan legalisasi. - Tanggal Efektif & Tanggal Penandatanganan
Catat tanggal penandatanganan dan tanggal mulai berlaku (tanggal efektif). Kadang perjanjian ditandatangani namun baru efektif setelah terpenuhi syarat tertentu (mis. pembayaran advance atau pencairan anggaran). - Registrasi & Pemberitahuan
Beberapa perjanjian antarinstansi-khususnya yang melibatkan aliran dana publik-mewajibkan registrasi ke unit pengelola kerja sama, BPKP, atau kantor kecamatan/kabupaten untuk pengesahan. Pastikan mematuhi kewajiban pemberitahuan internal (kepada sekretariat daerah, bagian keuangan) agar anggaran bisa diproses. - Lampiran & Dokumen Pendukung
Sertakan semua lampiran yang relevan: Term of Reference (ToR), Rencana Anggaran Biaya (RAB), daftar PIC, dokumen hukum, dan SOP pelaksanaan. Semua lampiran harus menjadi bagian tak terpisahkan dari perjanjian (diacu pada pasal). - Distribusi & Koordinasi Salinan
Setiap pihak harus menyimpan salinan asli (baseline copy) dan menugaskan unit/individual yang bertanggung jawab atas pengelolaan arsip. Buat distribusi salinan resmi ke unit terkait (bagian keuangan, unit pelaksana lapangan, inspektorat). Catat versi dokumen yang resmi di log perjanjian. - Pengarsipan & Retensi
Tentukan format penyimpanan (fisik & digital), tempat penyimpanan, dan policy retensi dokumen (mis. 10 tahun sesuai ketentuan arsip negara). Sistem pengarsipan harus mendukung pencarian berdasarkan nomor perjanjian, pihak, atau kata kunci. Backup digital dan kontrol akses wajib diterapkan. - Pengelolaan Perubahan Setelah Signing
Jika perlu adendum, pastikan adendum dibuat tertulis, ditandatangani oleh pihak yang sama dengan kewenangan semula, dan terunggah ke sistem arsip yang sama. Hindari perubahan informal melalui email tanpa addendum resmi. - Audit Trail & Akses Auditor
Simpan bukti proses: draft, revisi, notulen rapat pembahasan, email persetujuan-sebagai audit trail. Pastikan auditor internal/eksternal dapat mengakses dokumen sesuai kebutuhan.
Tahapan akhir ini bukan sekadar formalitas; tata kelola penandatanganan dan pengarsipan yang rapi merupakan jaminan akuntabilitas dan memudahkan pelaksanaan dan evaluasi kolaborasi di masa depan.
9. Tips Bahasa, Gaya Penulisan, dan Kesalahan Umum yang Harus Dihindari
Bahasa perjanjian menentukan tingkat kejelasan dan risiko interpretasi. Gunakan gaya yang formal, ringkas, dan konsisten. Berikut panduan praktis dan jebakan yang harus dihindari.
Gunakan Bahasa yang Jelas dan Sederhana
- Hindari istilah yang terlalu teknis tanpa definisi. Jika menggunakan istilah teknis, jelaskan di pasal definisi.
- Pilih kata kerja aktif: “Pihak A menyediakan” lebih jelas daripada “Penyediaan akan dilakukan”.
- Hindari kalimat panjang berlapis yang memicu multi-interpretasi.
Konsistensi Istilah
- Gunakan istilah yang sama untuk konsep yang sama. Misal: jangan berganti antara “kontraktor” dan “pelaksana” tanpa definisi.
- Tetapkan singkatan di awal (mis. “Perjanjian ini selanjutnya disebut ‘Perjanjian'”).
Angka & Batas Waktu yang Konkret
- Hindari kata-kata ambigu seperti “sesegera mungkin” atau “secepatnya”. Ganti dengan angka/jangka waktu: “maksimal 14 hari kerja”.
- Spesifikkan tanggal atau durasi (hari/ minggu / bulan).
Hindari Klausul yang Terlalu Umum
- Klausul umum seperti “Para pihak akan bekerja sama secara itikad baik” baik sebagai prinsip, namun jangan jadikan pengganti aturan mekanisme implementasi. Prinsip itu tidak cukup untuk menuntut kinerja.
Pastikan Keadilan (Fairness)
- Hindari klausul yang memberatkan satu pihak tanpa kompensasi. Misalnya denda tanpa hak pembelaan atau tanpa mempertimbangkan keterlambatan akibat force majeure.
- Terkadang klausul penafian (limitation of liability) perlu dipertimbangkan agar tidak melanggar peraturan yang melarang penyangkalan tertentu.
Periksa Kepatuhan terhadap Peraturan
- Hindari pasal yang bertentangan dengan hukum yang berlaku (mis. mengizinkan pembayaran tanpa bukti yang sah). Minta review unit hukum.
Review Multi-level & Proofreading
- Lakukan minimal 2-3 putaran review: unit teknis, unit keuangan, unit hukum, dan pimpinan. Proofreading mencegah typo fatal (mis. jumlah anggaran salah koma).
- Simpan versi revisi dan beri catatan perubahan (change log).
Gunakan Lampiran untuk Rincian Teknis
- Untuk panjang atau kompleksitas teknis gunakan lampiran (RAB, ToR). Ini membuat tubuh perjanjian lebih ringkas dan mudah dibaca oleh pemangku kepentingan non-teknis.
Contoh Kesalahan Umum
- Tidak mencantumkan konsekuensi jika salah satu pihak tidak menyediakan input penting.
- Tidak menuliskan prosedur penggantian PIC atau ketidakjelasan dalam eskalasi keputusan.
- Mengandalkan MoU yang terlalu longgar sebagai pengganti perjanjian operasional.
- Lupa menyesuaikan klausul dengan aturan pengadaan atau pembiayaan publik sehingga menimbulkan masalah saat audit.
Berhati-hati dalam bahasa dan struktur menurunkan risiko sengketa kemudian hari serta memudahkan semua pihak memahami kewajiban masing-masing.
Kesimpulan
Menulis Surat Perjanjian Kerja Sama antarinstansi memerlukan perpaduan antara kejelasan teknis, kepatuhan hukum, dan tata kelola yang baik. Mulai dari penetapan tujuan yang SMART, pemetaan ruang lingkup, penentuan pihak serta wewenang, sampai penyusunan klausul teknis, risiko, dan mekanisme monitoring-semua elemen harus dirancang untuk menjamin akuntabilitas dan kelancaran pelaksanaan. Perjanjian bukan sekadar dokumen formal; ia adalah alat manajerial dan legal yang mengikat pelaksanaan di lapangan.
Praktik terbaik meliputi penggunaan bahasa sederhana dan konsisten, definisi yang jelas, milestone yang terukur, mekanisme change control, serta pengaturan IP dan kerahasiaan yang rinci. Selain itu, tata kelola penandatanganan, registrasi, dan pengarsipan yang rapi serta pengaturan pengelolaan risiko dan sanksi penting untuk menutup celah administratif dan hukum. Dengan mengikuti panduan terstruktur ini-ditambah proses review multi-level dan keterlibatan pemangku kepentingan-SPKS antarinstansi mampu menjadi landasan kolaborasi yang efektif, efisien, dan aman secara hukum, sehingga tujuan bersama dapat dicapai dengan risiko yang terkelola.


